EXPO 2012 of World | Gelombang panas saat ini tengah mengancam dunia. Pada beberapa bagian belahan bumi, suhu panas yang ekstreem tersebut sudah berada pada titik yang mengkhawatirkan. Bahkan, di AS dan Jepang diberikatan telah menelan puluhan korban jiwa.
Para ilmuwan iklim mengingatkan tentang gelombang panas yang akan menyapu banyak wilayah di Amerika Serikat. Pekan ini suhu di AS diberitakan melonjak tiga digit, menjadikan hari-hari terasa lebih menyengat dari biasanya.
Lonjakan tiga digit, kata ilmuwan, tak akan terhenti. "Karena Bumi menghangat dan gas rumah kaca meluas, suhu mungkin akan naik lebih tinggi lagi," kata Glen MacDonald, Direktur Institute of Environment and Sustainability UCLA, dalam wawancara dengan Los Angeles Times. "Itu hanya sistem iklim. Tapi ... kita memiliki kesempatan lebih besar untuk mencapai suhu tertinggi baru. Menjadi lebih panas dari masa lalu."
Menurut data iklim federal, dalam seminggu terakhir, dan bahkan lebih dalam sebulan terakhir, suhu di AS terus meningkat. Panas menyebabkan lahan jagung di Midwest dan wilayah selatan gagal panen. Selain itu, juga menyebabkan kebakaran hutan di Colorado dengan cepat meluas dan sulit dikendalikan, menjadikannya kebakaran hutan terburuk sepanjang sejarah AS.
Namun suhu tinggi kali ini bukanlah tanda pemanasan global besar-besaran, kata Paul Bunje, Direktur Center for Climate Change Solutions, UCLA. "Cuaca adalah acak, dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk suhu air dan aliran arus udara di atmosfer," katanya.
Menurut Dinas Cuaca Nasional, gelombang panas melanda daerah-daerah tertentu, terutama Midwest, yang telah terpukul oleh kekeringan sejak April. Kota Kansas biasanya memiliki curah hujan 13,6 inci pada akhir Juni, kini berada pada 5,25 inci--39 persen lebih rendah dari angka normal.
"Saya tidak yakin apakah itu signifikan secara statistik," katanya. "Kami hanya dalam periode panas cukup intens. Hal itulah yang terjadi."
Kekeringan mengganggu produksi pertanian tak hanya di Kansas, tapi juga negara bagian terdekat lainnya, termasuk Missouri, Arkansas, dan Iowa
Gelombang panas yang menerpa sebagian besar wilayah Amerika Serikat pada Minggu kemarin, menyebabkan puluhan orang tewas di beberapa negara bagian.
Setelah berhari-hari terik dengan suhu tinggi sekitar 100 derajat Fahrenheit (38 celcius) menerpa bagian tengah dan timur negara tersebut, para ahli cuaca mengatakan bahwa udara dengan suhu yang lebih rendah perlahan-lahan mulai berhembus dari Kanada menuju wilayah selatan.
“Suhu akan turun, itu yang sangat dibutuhkan saat ini,” kata Lembaga Pengamat Cuaca Nasional AS.
Suhu panas yang ekstrim tersebut memicu dikeluarkannya peringatan kesehatan dan menyebabkan masyarakat mengungsi ke tempat-tempat penampungan pendingin darurat. Pusat-pusat perbelanjaan dan kolam renang penuh sesak dijadikan tempat penghilang panas.
Namun, suhu yang seperti di dalam oven tersebut telah memakan korban, terutama orang tua yang lemah dan rentan.
Negara bagian Maryland mencatat sedikitnya 13 orang tewas akibat suhu panas tersebut sejak 8 Juni, dengan 11 korban berusia di atas 65 tahun, kata Ed Mc-Donough, seorang juru bicara dari Badan Manajemen Darurat Maryland, kepada AFP.
Di Ohio, tiga orang manula yang mengalami masalah jantung akhirnya meninggal akibat suhu panas tersebut, setelah badai api menerpa beberapa negara bagian pada 29 Juni, menyebabkan mereka dan jutaan orang lainnya tinggal tanpa pendingin udara setelah adanya pemadaman listrik.
“Saya dapat mengonfirmasi tiga orang tewas akibat cuaca panas,” kata Tamara McBride dari Badan Manajemen Darurat Ohio kepada AFP.
“Namun, mungkin ada lebih banyak korban.”
Di Chicago, di mana temperatur mulai turun pada Minggu ke level yang lebih nyaman, mengonfirmasi sejumlah kematian terkait melonjaknya suhu panas hingga 18 korban, seperti dikabarkan Chicago Tribune.
Cuaca panas ekstrim juga melanda sebagai besar wilayah Jepang. Empat warga dilaporkan meninggal akibat tak dapat menahan serangan panas yang terjadi pada Sabtu (28/7) waktu setempat dalam suhu 38,4 derajat Celcius.
Tewasnya keempat korban tersebut terjadi ketika sekitar 1.337 warga di seluruh negeri dilarikan rumah sakit. Warga yang mengunjungi rumah sakit sekitar pukul 20.00 waktu setempat dideteksi menderita penyakit serupa, yakni terkena serangan panas. Selain korban tewas, tiga warga berusia lanjut juga dikabarkan dalam keadaan tak sadarkan diri.
Seperti dilaporkan laman NHK, Ahad (29/7), dari kantor cuaca setempat, suhu sebesar 38,4 derajat Celcius itu dilaporkan melanda Kota Tatebayashi di Prefektur Gunma, utara Tokyo. Sementara suhu 37,5 derajat Celcius dilaporkan telah melanda bagian barat daya kota Kyoto. Sementara di Sapporo, Hokkaido, Jepang utara, serangan panasnya mencapai 32,3 derajat.
Melihat kondisi tersebut, pejabat dari kantor cuaca pun memperkirakan sebagian besar wilayah Jepang masih akan dilanda serangan cuaca panas ekstrim pada hari ini. Guna menghindari serangan panas pada tubuh, pihak terkait merekomendasikan agar warga meminum cukup air serta mengonsumsi garam dengan jumlah tepat. Dan yang tak kalah penting, mereka juga diimbau untuk menyalakan pendingin ruangan agar tak terlalu terasa panas.(RED)
Para ilmuwan iklim mengingatkan tentang gelombang panas yang akan menyapu banyak wilayah di Amerika Serikat. Pekan ini suhu di AS diberitakan melonjak tiga digit, menjadikan hari-hari terasa lebih menyengat dari biasanya.
Lonjakan tiga digit, kata ilmuwan, tak akan terhenti. "Karena Bumi menghangat dan gas rumah kaca meluas, suhu mungkin akan naik lebih tinggi lagi," kata Glen MacDonald, Direktur Institute of Environment and Sustainability UCLA, dalam wawancara dengan Los Angeles Times. "Itu hanya sistem iklim. Tapi ... kita memiliki kesempatan lebih besar untuk mencapai suhu tertinggi baru. Menjadi lebih panas dari masa lalu."
Menurut data iklim federal, dalam seminggu terakhir, dan bahkan lebih dalam sebulan terakhir, suhu di AS terus meningkat. Panas menyebabkan lahan jagung di Midwest dan wilayah selatan gagal panen. Selain itu, juga menyebabkan kebakaran hutan di Colorado dengan cepat meluas dan sulit dikendalikan, menjadikannya kebakaran hutan terburuk sepanjang sejarah AS.
Namun suhu tinggi kali ini bukanlah tanda pemanasan global besar-besaran, kata Paul Bunje, Direktur Center for Climate Change Solutions, UCLA. "Cuaca adalah acak, dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk suhu air dan aliran arus udara di atmosfer," katanya.
Menurut Dinas Cuaca Nasional, gelombang panas melanda daerah-daerah tertentu, terutama Midwest, yang telah terpukul oleh kekeringan sejak April. Kota Kansas biasanya memiliki curah hujan 13,6 inci pada akhir Juni, kini berada pada 5,25 inci--39 persen lebih rendah dari angka normal.
"Saya tidak yakin apakah itu signifikan secara statistik," katanya. "Kami hanya dalam periode panas cukup intens. Hal itulah yang terjadi."
Kekeringan mengganggu produksi pertanian tak hanya di Kansas, tapi juga negara bagian terdekat lainnya, termasuk Missouri, Arkansas, dan Iowa
Gelombang panas yang menerpa sebagian besar wilayah Amerika Serikat pada Minggu kemarin, menyebabkan puluhan orang tewas di beberapa negara bagian.
Setelah berhari-hari terik dengan suhu tinggi sekitar 100 derajat Fahrenheit (38 celcius) menerpa bagian tengah dan timur negara tersebut, para ahli cuaca mengatakan bahwa udara dengan suhu yang lebih rendah perlahan-lahan mulai berhembus dari Kanada menuju wilayah selatan.
“Suhu akan turun, itu yang sangat dibutuhkan saat ini,” kata Lembaga Pengamat Cuaca Nasional AS.
Suhu panas yang ekstrim tersebut memicu dikeluarkannya peringatan kesehatan dan menyebabkan masyarakat mengungsi ke tempat-tempat penampungan pendingin darurat. Pusat-pusat perbelanjaan dan kolam renang penuh sesak dijadikan tempat penghilang panas.
Namun, suhu yang seperti di dalam oven tersebut telah memakan korban, terutama orang tua yang lemah dan rentan.
Negara bagian Maryland mencatat sedikitnya 13 orang tewas akibat suhu panas tersebut sejak 8 Juni, dengan 11 korban berusia di atas 65 tahun, kata Ed Mc-Donough, seorang juru bicara dari Badan Manajemen Darurat Maryland, kepada AFP.
Di Ohio, tiga orang manula yang mengalami masalah jantung akhirnya meninggal akibat suhu panas tersebut, setelah badai api menerpa beberapa negara bagian pada 29 Juni, menyebabkan mereka dan jutaan orang lainnya tinggal tanpa pendingin udara setelah adanya pemadaman listrik.
“Saya dapat mengonfirmasi tiga orang tewas akibat cuaca panas,” kata Tamara McBride dari Badan Manajemen Darurat Ohio kepada AFP.
“Namun, mungkin ada lebih banyak korban.”
Di Chicago, di mana temperatur mulai turun pada Minggu ke level yang lebih nyaman, mengonfirmasi sejumlah kematian terkait melonjaknya suhu panas hingga 18 korban, seperti dikabarkan Chicago Tribune.
Cuaca panas ekstrim juga melanda sebagai besar wilayah Jepang. Empat warga dilaporkan meninggal akibat tak dapat menahan serangan panas yang terjadi pada Sabtu (28/7) waktu setempat dalam suhu 38,4 derajat Celcius.
Tewasnya keempat korban tersebut terjadi ketika sekitar 1.337 warga di seluruh negeri dilarikan rumah sakit. Warga yang mengunjungi rumah sakit sekitar pukul 20.00 waktu setempat dideteksi menderita penyakit serupa, yakni terkena serangan panas. Selain korban tewas, tiga warga berusia lanjut juga dikabarkan dalam keadaan tak sadarkan diri.
Seperti dilaporkan laman NHK, Ahad (29/7), dari kantor cuaca setempat, suhu sebesar 38,4 derajat Celcius itu dilaporkan melanda Kota Tatebayashi di Prefektur Gunma, utara Tokyo. Sementara suhu 37,5 derajat Celcius dilaporkan telah melanda bagian barat daya kota Kyoto. Sementara di Sapporo, Hokkaido, Jepang utara, serangan panasnya mencapai 32,3 derajat.
Melihat kondisi tersebut, pejabat dari kantor cuaca pun memperkirakan sebagian besar wilayah Jepang masih akan dilanda serangan cuaca panas ekstrim pada hari ini. Guna menghindari serangan panas pada tubuh, pihak terkait merekomendasikan agar warga meminum cukup air serta mengonsumsi garam dengan jumlah tepat. Dan yang tak kalah penting, mereka juga diimbau untuk menyalakan pendingin ruangan agar tak terlalu terasa panas.(RED)
Komentar
Posting Komentar