Ketika Emosi berbicara;
Tulisan ini dibuat, awalnya dimulai dari sebuah komentar di facebook menyangkut soal postingan “Video amatir FPI tabrak warga Kendal 1 Orang tewas” yang saya share di beranda. Lalu, mendapat komentar salah satu teman.
Entah kenapa, hati saya sangat tergelitik untuk membalas komentarnya yang terkesan mendukung tindakan anarkis yang dilakukan oleh organisasi Islam tersebut. Dan ternyata; hal itu akhirnya menjadi sebuah perdebatan yang berkepanjangan. Bahkan hadist dan berbagai ayat pendukung pun dikeluarkannya. Intinya, untuk mencari dalil-dalil pembenaran dari pendapatnya.
Separuh perjalanan dari perdebatan sengit tersebut, saya tersadar bahwa hal ini tidak akan berkesudahan. Namun, entah kenapa saya merasa ingin hal itu terus berlangsung. Kenapa? Karena jelas saya mempunyai maksud dan tujuan. Yakni memberikan gambaran nyata, bahwa emosi dan kekerasan tidak akan berdampak baik terhadap apapun. Selain menimbulkan rasa amarah, benci, dan dendam semata.
Tahapan selanjutnya, setiap pendapat yang dikeluarkannya saya balas dengan argument-argument yang memancing dia untuk terus mengeluarkan pernyataan-pernyataan. Dan tentunya akan saya balas dengan argument lagi. Sejujurnya, saya tidak memberi peluang agar perdebatan tersebut untuk berhenti. He... he...
Sebelumnya, ada baiknya saya sedikit bercerita kronolis perdebatan ini terjadi. Pada Kamis (18/7) sekitar pukul 14.00 WIB sebagaimana ditulis oleh portal berita online Antara, sejumlah anggota FPI (Front Pembela Islam) asal Temanggung bentrok dengan puluhan warga Sukorejo Kendal – Jawa Tengah.
Hal ini diduga dipicu oleh aksi "sweeping" yang dilakukan anggota FPI di tempat lokalisasi di Kecamatan Patean, Kabupaten Kendal. Berdasarkan informasi yang dihimpun, warga setempat menolak aksi "sweeping" yang dilakukan anggota FPI Temanggung karena menilai FPI tidak berhak dan bukan wilayah ormas yang bersangkutan.
Akibat bentrok tersebut, sejumlah anggota FPI dan warga menderita luka, satu unit mobil bernomor polisi AB 7105 SA milik FPI dibakar massa serta beberapa mobil lainnya rusak terkena lemparan batu.
Selain itu, seorang perempuan bernama Tri Munarti juga diketahui meninggal dunia di rumah sakit akibat tertabrak mobil yang ditumpangi beberapa anggota FPI yang panik saat dikejar puluhan warga setempat.
Berita tersebut sebenarnya menjadi Headline berbagai media massa termasuk media visual. Dan secara online pun, berita tersebut merayap dengan cepat, bahkan hingga kejejaring sosial. Tidak hanya berita, cuplikan berbentuk video amatir tragedi berdarah yang menggambar warga terseret mobil oknum FPI yang panik pun beredar luas.
Melihat kondisi yang mengenaskan tersebut, mengutif dari beberapa sumber berita dan video, berita tersebut saya posting kembali di blog saya. Dan kemudian saya share di jejaring sosial.
Oleh seseorang teman, melalui akun facebook nya memberi komentar yang cukup mengelitik dimana seolah mendukung tindakan anarkis tersebut, berikut komentarnya tanpa saya edit sedikit pun;
Rahman Zoel: FPI tetap harus dipertahankan di INdonesia,,, karena selama ini hanya ormas ini yang melakukan bentuk nyata memberantas segala kemaksitan (Miras, judi, pelacuran)... sementara selama ini umat Islam lainnya banyak yang apatis, cuek (Hanya ceramah tanpa ada bentuk nyata).... padahal jelas agama melarang miras dan maksiat, kalau kita ngaku beragama, aturannya kita berantas.. bukan pemberantasnya yang kita caci maki... meskipun sikap FPI Kemarin memang banyak brutalnya...
Sejujurnya saya tidak mendukung tindakan anarkis entah itu organisasi dari mana, termasuk FPI. Karena menurut saya hal itu tidak akan memberi efek baik. Baik kepada pelaku maupun masyarakat. Sehingga, ketika mendapat komentar tersebut, saya balik membalas sekenanya.
Saya: Itu ajaran agama mu kawan.. . Jauh berbeda dengan ajaran agama ku, rahmat untuk semua umat.
Nah jawaban tersebut ternyata membuahkan perdebatan yang panjang. Bahkan ketika tulisan ini dibuat pun, sebenarnya belum berkesudahan. Tapi saya tersadar dan merubah visi dari perdebatan dimaksud.
Bagi yang suka membaca debatan sengit ini saya bagi linknya, semoga saja link tersebut tidak dihapus yang bersangkutan; Karena dokumentasi perdebatan he... he...
https://www.facebook.com/dediariko/posts/4442718204455?notif_t=like
https://www.facebook.com/fazlur.rahman.792/posts/408558635932201?comment_id=2094758&offset=0&total_comments=20¬if_t=feed_comment_reply
Oke, sekarang kita bahas visi dari tulisan ini dan tujuan dari saya mempersengit perdebatan dengan teman saya sendiri itu.
1. Sebagian orang sering kali ketika merasa
pemikirannya benar tidak mau membuka pemikirannya tentang kebenaran-kebenaran
yang lain. Sehingga, cenderung menganggap orang lain salah.
Hal ini patut kita sadari secara
bersama-sama. Kita tidak bisa memaksa kebenaran berdasarkan pemikiran kita terhadap
rasa kebenaran dipikiran orang lain. Karena kebenaran mempunyai pondasi yang
kuat dipikiran masing-masing. Walau terkadang sama-sama berlandaskan kitab suci
sekali pun.
Kebenaran yang dilihat dan dirasakan
anggota FPI mungkin belum tentu benar oleh orang lain. Walau mungkin sama-sama
bersumber dari ajaran Islam. Artinya, tindakan FPI untuk memaksa orang melihat
kebenaran melalui sudut pandangnya akan percuma jika dilakukan dengan cara
ancaman, apalagi tindakan putus asa
dengan cara-cara bar-bar yakni kekerasan atau anarkis.
2.
Dari perdebatan yang panas tersebut saya ingin
mengambil sebuah contoh kongkrit dan nyata bahwa kekerasan tidak pernah
menimbulkan efek positif yang abadi.
Jangankan kekerasan secara fisik seperti
yang dilakukan oleh FPI dengan melakukan sweeping terhadap orang-orang yang
dinilainya salah, dengan kata-kata keras pun orang cenderung melakukan
perlawanan.
Epek kekerasan jelas hanya akan menimbulkan
dendam, kebencian, korban, dan upaya untuk melakukan perlawanan. Jika pun
tindakan kekerasan mampu meredakan sesuatu, jelas tidak kekal, karena ada unsur
ketidak berdayaan disana. Jika daya itu muncul, maka perlawanan akan timbul
kembali dan jelas sudah berhawa dendam dan benci.
3.
Bukti dari efek kekerasan ya... contoh
kongkritnya perdebatan yang terjadi antara saya dengan teman saya tersebut. Apa
yang didapat, semua berupaya untuk berargument untuk menunjuk kebenarannya
masing-masing.
Bisa jadi, buah dari pikiran teman saya ada
sisi benarnya, begitu pun mungkin apa yang ada dalam pikiran saya juga
mempunyai sisi kebenaran. Namun hasil dari kekerasan dalam kalimat tersebut
membuahkan hasil lain. Yakni; perlawanan dan akan terus terjadi. Kecuali ada
sebuah kebenaran besar dengan kelembutan yang menyejukan untuk
menghentikannya.
4.
Artinya, berupaya untuk membuat orang benar
dengan cara-cara kekerasan, jelas dan pasti tidak efektif. Jika hal itu
efektif, maka hukum atau ancaman penjara jelas akan membuat orang ngeri untuk
berbuat salah. Kenyataannya, kendati penjara penuh pun orang-orang akan tetap
berpotensi melakukan kesalahan.
Sebut kan saja salah satu contoh, masalah
miras atau narkoba. Siapa dan apa yang dapat menghentikan orang kecanduan.
Penjara dan hukuman mati sekalipun tak mampu membuat orang-orang untuk
berhenti.
Namun dibalik semua itu, berapa banyak
pecandu yang berhenti melakukan hal tersebut. Bukan karena takut akan ancaman
atau tindak kekerasan hukum. Melainkan mereka menyadari hal itu tidak berguna
baginya. Dan merasa mereka memang harus berhenti.
Dan itu rata-rata mereka lakukan karena
kesadaran mereka pribadi dan didapat dari hal-hal yang jauh dari kekerasan.
Sebagian besar malah berlandaskan rasa cinta.
5.
Kesimpulan; dalam menyikapi penomena kehidupan
yang beragam tersebut ada banyak hal yang dapat dilakukan. Yakni berupaya mawas
diri dan senantiasa menebar nilai-nilai kebenaran dengan kelembutan, sejuk dan
menentramkan. Dan hal itu jelas lebih baik.
Karena yakin lah, jauh di dasar lubuk hati setiap insan manusia merindukan nilai-nilai kebenaran yang berlandaskan kelembutan, sejuk, dan menentramkan. Termasuk orang-orang yang dianggap FPI tersebut salah.
Sudah terlalu panjang, nanti dilanjut lagi....
Komentar
Posting Komentar