Langsung ke konten utama

Bayang-bayang Mengganjal

Bayang-bayang Mengganjal
 Oleh : Muhammad Indra

Andi tersontak dari tidurnya. Menoleh ke kiri. Anak dan istrinya tertidur pulas. Khawatir mereka terjaga, Andi perlahan melepaskan selimut penutup tubuhnya. Duduk di sisi ranjang. Kedua telapak tangan menangkup sisi ranjang. Tertunduk sembari melepas nafas panjang.

Andi menuju kamar mandi. Menekan saklar lampu di sisi pintu. Membuka keran air dan membasuh wajah. Mengambil handuk yang menggantung dan mengusapkan ke wajah. Di tatapnya lekat cermin di hadapannya. Dalam. Sedalam galau pikirannya.

Mendengus lirih nafasnya. Berulang kali dilakukan—menatap dalam bayangan di cermin, dan menunduk sesaat. Ditatap kembali cermin, seakan-akan tidak melihat dirinya. Seperti ada yang lain. Tapi lupa siapa itu. Hantu? Ah bukan. Bukan hantu. Ada sesuatu. Ia tahu. Sangat mengenalnya. Tapi, Akh, selalu sesat pikirannya tatkala ingin diungkapkan. Terjerumus dalam lautan lupa ketika sadar menyapa. Sialan. Benar-benar sialan. Siapa ya dia?

Seperti yang dialami tadi. Benda hidup berwarna hitam sangat besar memenuhi pandangan, tergeletak bebas di atas tubuhnya. Semakin lama semakin berat terasa. Menggumpal dan membebani. Gelisah, gundah menghampiri. Mendengus-dengus kesesakan. Udara terasa enggan menghampiri. Jantung malas berdetak. Darah tak ingin melangkah dan berputar. Tangan terkekang kuat. Kaki bergerak-gerak di tempat. Tubuh menggeliat-geliat tapi tak berpindah tempat. Sesak. Padat. Penat.

Ranjang berderak-derak akibat pergumulan itu. Tubuh ingin meronta dan melepaskan diri. Tapi tiada daya mengempas benda hitam besar dan hidup itu. Memenuhi pandangan. Jangankan berteriak meminta tolong berharap ada yang bisa membantu memindahkan beban itu dari atas tubuhnya, menghirup udara saja sulit.

Kian menyengal. Sampai-sampai mengucapkan kalimat Laailaahaillallaah saja Cuma mampu dieja di dalam hati. Sumbang terucap. Tak sama dengan di hati. Kalimat tauhid yang diejanya dengan tidak benar itu telah mengantarkannya ke alam nyata.

Andi mendengus. Ia ulangi lagi menyimak makhluk di dalam cermin. Lekat. Ia lupa. Siapa sebetulnya tadi yang menyambanginya. Kenal. Tahu. Tapi mengapa tidak mampu mengutarakannya di dunia sadar. Mengapa pula sampai seperti itu. Dia juga tidak tahu.

Sejak pertemuan malam itu, tidak jarang ia bersua dengan kejadian serupa tetapi di tempat dan kondisi berbeda. Bayangan itu menjumpainya saat sedang mengontrol para pekerja di proyek pembangunan di salah satu kota besar tempatnya tinggal. Sebuah kayu panjang sebesar paha terjatuh tepat menancap di hadapannya. Persis di ujung sepatu. Andi terkesiap. Pandangannya gelap. Hening pikirannya. Detak jantung dan peredaran darah berhenti. Kuduk berkeriap. Alam sadar mencelat. Ia tertindih benda besar, hitam, menutupi seluruh pandangan dan jasadnya.

Bayangan tesebut menyapanya kembali. Sebuah kereta api melintas di hadapannya menyentuh bemper depan mobilnya. Bember tersebut mencelat berputar berkali-kali di udara. Menghasilkan bunyi bergerentang saat bertumbukan dengan tiang listrik. Ia tak kuasa membiarkan kenyataan meninggalkan dirinya. Bayangan itu sekejap telah melumat dirinya. Ia tidak pinsan, tetapi merasakan begitu berat beban menindihnya. Menghentikan semua kemampuannya.

Pertemuannya dengan bayangan itu tidak bisa dihitung lagi dengan jari. Sampai-sampai lupa detail kejadian demi kejadian. Ia tidak mengerti apa maksud semua itu. Apa pesan tersirat dari perjumpaan tersebut. Dan juga ia tak mampu bercerita kepada siapapun, agar ia mendapatkan bantuan jalan keluar atau segelintir saran dari hasil ceritanya. Ia tidak mampu bercerita, menggambar, dan menjelaskan apa gerangan yang sedang menerpa.

Ia tidak mampu bercerita bukan tidak mau. Tetapi tiap kali ia mencoba, selalu gagal, sebab bayangan itu tiba-tiba muncul dan pergumulan mereka berulang lagi. Selalu begitu. Tidak mampu ditemukan obatnya. Dari apotik-apotik di kota-kota manca negara telah digeledahnya. Namun sia-sia, kemampuannya terbatas tak mampu menjewantahkan penderitaan apa yang dialaminya.

Laksana tercebur di lumpur hidup di tengah hutan belantara. Dikelilingi lintah-lintah penghisap darah. Kian ia bergerak semakin dirinya terlumat. Perlahan tapi pasti. Dirinya terus terperosok. Mengeluarkan suara sama artinya menggerakkan anggota tubuhnya. Yang juga membuat dirinya semakin dalam tercelup dalam lumpur.

Atau terkubur tapi dalam keadaan hidup. Peti mati membungkusnya tanpa cahaya sedikitpun. Matanya terbentur pada warna hitam. Tidak setitik celah harapan memberikan asa untuk bebas dari kungkungan. Semakin kuat meronta, udara semakin sesak dihirupnya.

***

Tidak bisa dimengerti, mengapa begini. Haus. Sangat haus sekali. Panas. Kuminta air seluas lautan untuk mengusir rasa panas dan haus. Tapi sia-sia. Direndam sekalipun di dalam air bah, rasa haus itu bukannya pergi. Malah sebaliknya, mencengkeram kuat sekuat melawannya.

Kakiku panas. Mengapa seperti dibakar. “Mengapa kalian membakar kakiku?” Hening. Tidak ada yang menjawab. Kuayun-ayunkan kaki, berharap panas pergi. Sia-sia, “Aduh.”

Sekejap panas itu berubah menjadi betotan kuat. Terasa sesuatu masuk melalui kuku kaki. Melesat ke lutut. Menjalar kuat ke pusar. Merambat hebat ke jakun. Dan…kepala seperti ditarik kebelakang. Tiba-tiba sesuatu lepas tertinggal.

Begitu cepat. Rentetan peristiwa yang sulit untuk diurai dengan cerita dan tinta. Saat panas dan dahaga menyerang, terlihat pemandangan yang belum pernah terlihat selama hidup. Seperti alur-alur sungai berbaris. Aliran yang tidak berisi air, tetapi api. Panas. Mungkin hal itu yang menyebabkan timbulnya haus dan panas luar biasa. Terus mendekat. Menjilat.

Ketika panas berubah menjadi betotan kuat, rasa sakit teramat sangat. Seperti dipotong-potong dalam keadaan hidup-hidup. Geletak-geletuk bunyi parang mencincang. Darah dan daging tidak tahu posisi. Berserakan.

“Hai,” suara itu lepas dalam ruang kosong. Memandang insan sedang terbaring di bawah sana. Terbaring dengan ekspresi penuh perlawanan. Kelelahan dan kalah dalam pertempuran. Terlentang dengan pandangan kosong. Posisi tubuh seperti diatur. Mulut menganga.

Sekejap aku teringat seseorang yang tidak asing lagi. Wajah itu begitu lekat kukenal. Bahkan berjumpa setiap hari. Pikiran terbentur ruang hampa. Teringat seseorang yang kerap berjumpa. Bahkan setiap detik. Setiap menit bersamanya. “Itu kan diriku?”

Aku terkejut. Mengapa pula aku berayun-ayun di sini. Bahu tercekal sesuatu yang tidak terlihat. Seperti balon karbit yang terus melayang ke udara. Tinggi dan meninggi. Diri terus tertarik ke atas. Meronta. Mencoba melepas cekalan bahu. Sia-sia. Tenaga penarik ini ribuan lebih kuat dari tenagaku.

“Mau kemana kau membawaku?” Hampa. Mengapa suaraku. Tak terdengar seperti dulu lagi. Tidak ada jawaban. Berulang-ulang kucoba melafalkan kalimat itu. Percuma.

Berdenyet bunyi pintu di buka menyadarkanku. Di mana aku? Mengapa tubuhku terikat di sini? Tubuh terbentang dengan ikatan di tiap lengan dan kaki. Dalam posisi berdiri. Mengapa tubuh ini sakit semua. Nyilu di sana-sini. Tulang-tulang terasa berserakan.

Perlahan mata kubuka. Perih. Mata sakit seperti direkat lem. Lem darah. Sulit membuka lebar. Melalui samar-samar pandangan yang terhalang kelopak mata lebam, kucoba mencari tahu apa gerangan yang terjadi.

Belum sempat melihat siapa gerangan melalui samar pandangan, seketika sebuah benda membentur kepalaku. Kuat sekali. Pecah seperti piring di lempar ke lantai. Berserakan kepalaku. Aneh. Mengapa bersatu lagi? Dan lagi.

Dalam keadaan terus dihujani benturan keras ke tubuh, kucoba sekuat tenaga melihat. Mereka. Ya. Mereka yang sering menjumpaiku waktu itu. Menindih tubuh waktu aku tidur bersama anak dan istri, menyelimuti seluruh tubuh waktu kayu sebesar paha jatuh tepat di depan kaki dari tempat proyek yang kuawasi, menghimpit kuat tatkala bember depan mobilku terpental disambar kereta api, dan…ahk… tak mampu lagi ingatan ini mengurai semuanya.

“Kami sudah mengingatkanmu berulang kali!” suara itu tajam menusuk telingaku. Lantang. Merobek-robek. “Tapi kau tidak memahami.”

Tiap kata yang diuntainya laksana ribuan duri berhamburan menembaki tubuhku. Sakit. Sakit yang tidak pernah kualami. Hancur berkeping-keping. Mereka mengatakan kata-kata itu. Aku memahaminya. Tapi pemahamanku terlambat. Aku sadar sesadar-sadarnya. Bahwa aku sudah tidak berada di kehidupanku dulu lagi.

Aku tidak ada kuasa lagi membeli hukum. Menghilangkan pasal undang-undang. Menghubungi pengacara agar terbebas dari tuntutan. Menyuap para hakim agar lepas dari pengadilan. Menyogok wartawan agar tidak diberitakan. Membayar preman untuk pemaksaan. Bernegosiasi dengan para sipir agar dibebaskan. Ya. Aku tidak mampu lagi.

Durian Depun, Merigi, Kepahiang, 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Cepat Puaskan Wanita Hingga Orgasme Dalam 10 Menit

Cara Cepat Puaskan Wanita Hingga Orgasme Dalam 10 Menit :: Dalam urusan bercinta, kaum Adam hendaknya tidak egois. Dimana hanya menjadikan wanita atau istri sebagai subjek untuk memuaskan hasrat birahi semata. Sebaiknya, para pria peduli untuk memuaskan pasangannya dalam berhubungan intim. Kepuasan yang dapat dicapai bersama, jelas akan memberi efek positif terhadap keberlangsungan hubungan anda kedepan. Tidak hanya itu, ketika anda para pria menghantar sang wanita mencapai titik klimaknya, ada kepuasan tersendiri yang di dapat. Erangan kecil pasangan anda saat orgasme akan menjadikan anda sebagai lelaki sejati dihadapannya.  Persoalannya, apakah kaum pria tahu langkah-langkah yang di butuhkan agar sang wanita sampai ke langit ketujuh hanya dengan merangsang G Spotnya? Dan mampukah bertahan untuk tidak ejakulasi hingga wanita mencapai puncak kenikmatannya. Hal ini jelas menjadi pokok penting dalam hubungan seksual. Karena, jika sang wanita dapat mencapai titik orgasme lebih

Tips seks Jepang : Seni bercinta ala Geisha

sexy_geisha_by_amywestern Mungkin sebagian besar dari kita sudah tahu tentang Geisha. Pesona wanita Jepang yang identik dengan penghibur ini, dapat dikatakan menyedot perhatian dunia. Apalagi bagi para lelaki, memikirnya saja sudah membuat darah bergejolak kencang. Pada jamana dulu Geisha di Jepang merupakan wanita yang dilatih memberikan hiburan serba bisa baik dari segi menyanyi, menari, maupun bermain musik. Tidak hanya itu, wanita yang terkenal lemah gemulai itu juga terlatih dan memiliki keahlian untuk melayani pria di ranjang, wow... Salah satu keahlian mereka tentu saja teknik oral seks yang bisa membuat para pria menjadi pusing tujuh keliling. Ingin tahu bagaimana teknik para geisha melayani 'pertempuran' para Samurai? Ternyata para geisha yang biasa berlutut ini memiliki teknik oral seks yang bisa membuat para Samurai era tahun 1900-an 'bertekuk lutut'. Ck.. ck.. Dalam buku The Japanese Art of Sex: How to Tease, Seduce & Pleasure the Samurai in Yo

Cara Mengetahui Bahasa Tubuh Wanita Saat Ingin Bercinta

Bahasa Tubuh Wanita Saat Ingin Bercinta Artikel ini adalah bagian dari Cara Mengetahui Sinyal Seks Wanita.   Ketertutupan wanita tentang gairah bercintanya, memang membuat Pria harus meraba-raba untuk mengetahuinya. Pada saat keinginan memuncak pun, wanita masih berupaya untuk tidak mengungkapkannya. Sehingga, Pria tidak begitu tahu persis, kapan harus melangkah lebih jauh. Kendati kita tidak bisa membaca pikiran wanita dan mengetahui kapan dia ingin bercinta, Pria yang bertugas menjadi inisiator harus pintar-pintar membaca situasi dan kondisi. Agar dapat bertindak sigap ketika signal seksual itu ada. Cara mengetahui sinyal seks wanita, salah satunya dapat diketahui dari  Bahasa Tubuh Wanita Saat Ingin Bercinta.  Memang, mulut wanita bisa berkata tidak, akan tetapi secara psikologis, gerakan tubuhnya tidak bisa berbohong. Keinginan bercinta yang tersembunyi jauh di lubuk hati terdalam, akan tercermin melalui bahasa tubuhnya secara nyata. Kontak mata : Bahasa Tubuh Wanita Sa